Tugas 9_BAB 9_Manusia Makhluk Moral_MOK Agama Islam

9.1 Nabi Muhammad saw Diutus untuk Menyempurnakan Akhlak Manusia

Allah tidak akan memberi sebuah tugas untuk menyempurnakan akhlak kepada seseorang jika seandainya yang ditugasi tersebut tidak memiliki akhlak yang baik. Akhlak yang baik ini sebelum Nabi Muhammad Saw menjadi Nabi telah diperlihatkan di dalam berbagai hubungan sosial yang bisa dinilai oleh banyak orang di sekeliling Nabi Muhammad. Masyarakat di sekeliling Muhammad memberi julukan al-amiin yang dimana julukan tersebut berisi kepercayaan yang amat berharga yang artinya apa yang telah menjadi milik Muhammad sebelum menjadi Nabiyullah adalah modal dasar penting yang menjadikan alasan mengapa Allah memilih Muhammad al-ummiy menjadi Nabi sekaligus Rasul. Al-amiin adalah sebuah prestasi, pada saat masyarakat jahiliyah mementingkan urusan duniawi dan hedonism mereka masih tetap memiliki pikiran jernih yang membuat mereka melihat kelebihan dari Muhammad. Kita harus yakin bahwa Muhammad mampu menyempurnakan akhlaq manusia yang telah dikondisikan sebagai SDM yang memiliki akhlaq mulia oleh Allah. 
Akhlak adalah bagian dari keimanan. Kesempurnaan iman salah satunya ditunjang dengan akhlak yang baik. Akhlak yang baik dapat dicapai manusia dengan diutusnya Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw. diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak seseorang bahkan sebelum diri-Nya diutus sebagai Nabiyullah karena hubungan sosial-Nya banyak dinilai masyarakat sekitar (al-amiin). Hal ini juga yang membuat Allah menetapkan Nabi Muhammad saw. sebagai nabi sekaligus rasul Allah. Kebaikan yang dimiliki Nabi Muhammad saw. sehingga diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak dinilai oleh masyarakat jahiliyah adalah kebaikan yang amat baik yang dapat menembus benteng kebodohan.

9.2 Nabi Muhammad saw sebagai Uswah Hasanah

Keteladanan Nabi Muhammad saw. sehingga dijuluki Al-Amiin (berprestasi) oleh kaum Quraisy adalah julukan yang tertinggi dan terhormat (Q.S. Al-Ahzaab, 33: 21). Prestasi yang dimaksud ialah Nabi Muhammad sangat teladan, sabar, dan memiliki semangat yang tinggi sekaipun dalam kondisi yang sulit. Hal ini yang menjadikan Nabi Muhammad saw. sebagai suri tauladan bagi para ummat (Sunnaturrasul). Sunnaturrasul, sunnat rasul, sunnat nabi merupakan warisan Nabi selain AL-Quran sebagai Sunnatullah. Sunnat Nabi ialah terdiri dari hadits, berita dari Nabi dan tentang Nabi, serta sikap Nabi yang meliputi ucapan-Nya (qauliyah), perbuatan-Nya (amaliyah) dan sikap-Nya (takriiriyah). 

9.3 Konsep Manusia Terbaik di Sisi Allah

Allah swt telah menetapkan aturan-aturan yang membentengi kebebasan manusia. Aturan tersebut merupakan sebagai jalan kebaikan yang disediakan oleh Allah swt agar manusia menyadari keterbatasannya. Banyak aktivitas manusia terkait dengan aturan- aturan tersebut. Bahkan di dalam perjalanan kehidupan seseorang muslim atau muslimat, sepanjang itulah aturan mengikat kegiatan mereka. Ada satu hadits yang populer, yang terkait dengan gambaran seorang yang terbaik tempatnya di sisi Allah swt. Isi hadits ini berhubungan dengan masalah perilaku amaliyah seseorang. “Sebaik-baiknya manusia adalah yang banyak manfaatnya bagi manusia lain”. Sebagai mahluk individu manusia bertanggung jawab penuh atas segala hasil perbuatan dirinya. Tetapi, sebagai makhluk sosial, manusia dituntut menjadi individu yang bisa banyak memberi manfaat bagi individu lainnya. Lalu bentuk kebermanfaatan seseorang di dalam persitindakan dengan orang lain adalah berupa amal jariyah, amal yang terus berkelanjutan maknanya, hasilnya, manfaatnya. Amal jariyah bentuknya sangat bergam. Siapapun yang memiliki harta, seberapa banyak harta yang dijariahkan, semua berawal dari keikhlasan mengeluarkannya sebagai amal jariyah, maka akan menjadi amal yang tidak terputus hasilnya sekalipun orang yang beramal tersebt telah meninggal. Amal jariyah yang akan tetap mengalir hasilnya kepada orang yang telah meninggal, sebagai bentuk kebermanfaatan dirinya bagi orang lain, adalah harta yang dijalankan sebagai amal shadaqah (terutama), infaq, waqaf, dan hibah, selagi orang tersebut masih hidup. Pemanfaatan harta seseorang yang telah meninggal, atas kesadaran dirinya ketika masih hidup, misalnya dalam bentuk wasiat, masih lebih nyata dibanding harta yang dibagikan (untuk kebermanfaatan bagi orang lain) oleh keluarganya setelah pemilik harta meninggal. Kesadaran individu itulah yang menjadi tolok ukur amal shalih seseorang.

9.4 Indikator Kenabian sebagai Uswah Hasanah

Berdasarkan sikap beliau pada semasa sebelum dirinya diutus sebagai Nabiyullah, Nabi Muhammad ialah orang yang memang dipandang terhormat dari segi keluarga dan keturunannya. Nabi Muhammad saw. mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat Quraisy sebagai orang yang dapat dipercaya perilakunya sehingga dijuluki Al-Amiin (orang yang sangat bisa dipercaya). Allah telah mengutus Jibril untuk melakukan pembedahan serta pembersihan hati Nabi Muhammad saw agar siap mental dan siap moral sebagai utusan Allah swt untuk penyempurnaan akhlak manusia. Kisah-kisahnya termuat dalam nubuwwah sebagai Nabi akhir zaman sehingga keberadaannya dicatat dalam Al-Quran. Gelar uswah hasanah Nabi Muhammad saw diberikan agar kedepannya dapat menjadi suri tauladan pada masanya dan bagi manusia pada zaman-zaman setelahnya.

9.5 Pendidikan Karakter Dalam Konsep Islam

Pendidikan karakter dimulai dari rumah. Orang tua yang pertama menorehkan penanda awal ke dalam hati seorang anak. Melalui pembiasaan yang dibangun orang tualah karakter tertentu akan terbentuk dalam diri seseorang. Anak-anak yang dilahirkan dalam kondisi fitrah akan menyerap opengaruh lingkungannya sebagai bentuk simpanan data dalam memorinya. Data itu akan menjadi sumber rujukan perilakunya kelak. Pataslah, isi hadits Nabi yang menyatakan bahwa “setiap yang dilahirkan berada pada kondisi fitrah” adalah konsep dasar pendidikan dini, yang akan berlanjut dalam bentuk pembiasaan-pembiasaan yang memberi warna perilaku, tindakan, tanggapan,
cita-cita, citra, maupun anggapan-angapan yang akan dimiliki oleh seorang anak. "Orang tualah yang pertama mengarahkan anak menjadi Yahudi, Nashara, ataupun Majusi”. Dalam konsep Islam, pendidikan dini adalah kunci pembuka hidayah bagi seseorang. Ketika pembiasaan telah terbentuk melalui pengaruh orang-orang yang paling dekat dengan seorang anak, maka pengaruh tersebut bisa menjadi jembatan hidayah, jika pengaruh yang diberikan adalah pengaruh yang baik. Sebaliknya, jika pengaruh yang diterima oleh anak adalah pengaruh buruk, sehingga membentuk karakter buruk, maka pendidikan masa kecil telah menjadi pagar atau sekat yang memisahkan anak dengan hidayah.