Tugas Latihan 5_ BAB 5 MANUSIA MAKHLUK KHALIK-SOSIAL_MPK Agama Islam
5.1 Pola Hubungan Vertikal Makhluk-Khalik
Hubungan makhluk (manusia) – khalik (Tuhan) bersifat vertikal, artinya langsung tanpa adanya perantara. Hubungan vertikal ini menurut Dinul Islam diwujudkan melalui doa. Doa dapat dilakukan melalui shalat yang bersifat mhahdah maupun ucapan langsung sesuai dengan permohonan. Doa menjadi hal yang wajib bagi umat muslim sesuai dengan hadits nabi “addu’ aa mukhkhul ibadat”. Hubungan vertikal makhluk-kahalik juga dapat dilihat dari segala kegiatan, profesi, serta hal-hal yang menyangkut kesibukan duniawi pasti dilandaskan doa. Ucapan “basmalah” disetiap kegiatan duniawi akan bernilai amal pahala, namun barangsiapa yang yang tidak melandaskan hal tersebut dengan doa maka terputus amal shalihnya. Ibadat shalat mhahdhah yang merupakan kewajiban umat muslim akan terasa lengkap apabila umat muslim melaksanakan ibadat sunnat. Artinya, ibadat sunnat bukanlah ibadat yang tidak wajib, melainkan ibadat yang hadir sebagai ibadat pelengkap dan penyempurnaan ibadat wajib. Hal lain juga tergambar dari perilaku baik-buruk. Niat dan implementasi yang baik akan bernilai pahala berlipat ganda di mata Allah, namun apabila kita melakukan keburukan maka akan bernilai buruk bagi Allah.
5.2 Ibadat Ghair Mahdhah (Pola Hubungan Horizontal Antarmanusia)
Sebagian ibadat ghai mahdhah sangat erat dengan kondisi lingkungan dan telah diatur sedemikian rupa dalam bentuk teladan Nabi. Hukum dasar semua ibadat ghar mahdhah telah diatur dalam Al-Quran. Sebagai contoh, hukum ekonomi secara mendasar telah termaktub dalam Al-Quran, tapi bentuk pelaksanaannya bisa disejalankan dengan perkembangan ilmu pengetahua dan kebutuhan tantangan lingkungan.
5.3 Hablum Min-Annas
Hablun Min-Annaas memiliki banyak jenis, diantaranya munakahat (pernikahan), jinayat hukum pembunuhan, hudud (hukuman), jihad (perjuangan), dll. Dasar-dasar muamalat tercantum pada (Q.S. Al-Baqarah, 02: 233), (Q.S. An-Nisaa, 04: 05), (Q.S. Al-A’raaf, 07: 26), (Q.S. An-Nahl, 16: 81), (Q.S. An-Nuur, 24: 58), dan (Q.S. An-Nuur, 24: 60). Hal-hal lain yang terkait dengan mu’amalat yang tidak secara spesifik dijelaskan dalam Al-Quran maupu hadits, menjadi ladang ijtihad terbuka bagi para ‘ulama. Hal ini sering menjadi pertentangan, namun perlu diingat bahwa semua jenis perilaku mu’amalat tersebut sebagian diatur secara ketat dalam Dinul Islam. Masalah horizontal antarmanusia mengandung pengertian manusia tanpa pilah-pilih. Allah tidak menetapkan secara gambling spesifikasi manusia yang pantas menjadi partner dalam kegiatan kemasyarakatan yang umum. Ibadat muamalah bisa menjadi daya tarik penampilan manusia muslim di manapun mereka bertempat tinggal.
5.4 Bisnis Islami
Dalam Al-Quran Allah telah menantang manusia dengan berbagai perumpamaan “pelipatgandaan” aneka kebaikan bila semua kebaikan itu hanya ditujukan untuk mendapat keridhoan Allah semata. Sungguh, Allah swt telah menjanjikan “tukaran” amal baik dengan pelipatgandaan nilai tukar yang sangat menguntungkan manusia. Janji Allah swt dimulai dengan pertukaran niat kebaikan yang akan dicatat sebagai satu nilai kebaikan, sekalipun kebaikan tersebut tidak dilaksanakan.
5.5 Faraidh
Satu hal yang secara rinci ditentukan Allah dalam Al-Quran adalah masalah waris. Masalah ini, disebutkan dalam hadits, adalah masalah yang pertama akan hilang dari pengetahuan ummat. Allah menetapkan hukum waris lengkap dengan cara pembagiannya, bagian-bagian hal waris, dan persyaratannya, di antaranya dalam 3 ayat yang sangat jelas (Q.S. Al-Baqarah, 02: 240; An-Nisaa, 04: 11, 176). Beberapa hal praktis tentang hukum waris, di antaranya diuraikan di bawah ini (disarikan dari buku Ilmu Faraidh, susunan Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah Attuwaijri.
· Yang disebut warisan (harta waris) adalah semua yang ditinggalkan oleh seseorang yang mati, termasuk hutangnnya. Semua warisan tersebut menjadi hak dan bagian ahli waris dengan berbagai persyaratan dan ketentuan syar’i yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
· Yang harus dikeluarkan dari harta peninggalan adalah biaya pengurusan mayat, hutang kepada Allah swt ialah zakat, kafarat kepada manusia, pelaksanaan wasiat, dan pembagian warisan.
· Rukun waris adalah yang mewariskan (yang meninggal), ahli waris, dan harta yang diwariskan.
· Sebab-sebab seseorang mendapatkan hak waris yaitu pernikahan yang sah, keturunan (nasab: kedua orang tua, anak, saudara, paman serta anak-anaknya), dan perwalian (jika ada ashobah dan tidak ada ashhabul furudh).
· Yang menghalangi seseorang mendapatkan hak waris ialah budak, pembunuh (tanpa alasan yang syar’i), dan berbeda agama.
· Bagian warisan adalah bagian yang telah ditetapkan (fardhu, ketentuan: setengah, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, dan seperenam) dan ta’shib (bagian yang tidak ditetapkan).
· Ahli waris lelaki adalah putra; anak putra (cucu dan seterusnya); ayah dan kakek dari orang tua lelaki; saudara sekandung; saudara seayah; dan saudara sibu (atau anak-anaknya) dari anak lelaki; suami; paman dan di atasnya; paman seayam dan di atasnya; putra paman kandung serta putra paman seayah dan anak laki-laki mereka; orang yang memerdekakan; kerabat laki-laki (dzawil arham: saudara ibu atau paman dari ibu, putra saudara seibu, paman seibu, dan putra paman seibu).
· Ahli waris perempuan adalah putri, putri anak laki-laki (cucu) dan seterusnya dari anaka laki-laki; ibu; nenek (ibunya ayah) dan di atasnya dari ibu; neneknya ibu; saudari kandung; saudara satu ayah; saudari satu ibu; istri; dan wanita yang memerdekakan budak.
5.6 Manusia Mahluk Siasah
Sejumlah konsep dasar siasah ditentukan Allah di dalam Al-Quran. Contoh-contoh langsung dalam perilaku bersiasah ditampilkan pula oleh Rasulullah selama menjalankan posisinya sebagai Rasul, pemimpin negara, bapak, orang tua, warga masyarakat, dan khalifah Allah di Bumi. Jika seseorang mempertanyakan gaya berpolitik yang sedang berkembang saat ini di antara para pemimpin bangsa, para anggota dewan, anggota senat, para pendukung partai, mahasiswa, dan masyarakat umum, kita bisa menyusur balik acuan gaya politik mereka. Tampaknya, sekalipun kebanyakan mereka mengaku sebagai orang Islam, mereka banyak yang tidak peduli dengan perilaku berpolitik yang Islami. Dinul Islam tidak melarang ummat untuk berpolitik. Semua bidang kehidupan harus dirambah untuk mendapatkan kemaslahatan dan mengisi ruang-ruang tersebut dengan nilai-nilai yang Islami.
5.7 Hubungan Horizontal Manusia-Alam
Dalam Al-Qur’an dijelaskan banyak hal mengenai hubungan manusia dengan alam. Alam menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Oleh karena itu, penting untuk menjaga hubungan dengan bijaksana memanfaatkannya, Kerusakan alam yang terjadi semua karena manusia dan berakibat kepada manusia kembali. Akibat perang salib, muslim cukup termundurkan dalam memulai kemajuan teknologi. Umat muslim akan semakin mundur apabila meninggalkan ajaran agamanya dan sebaliknya umat lain akan semakin maju dengan meninggalkan ajaran agamanya. Allah telah mengungkap kemahakuasaanNya melalui perumpamaan maupun bahan kajian yang nyata (Q.S. Al-Baqarah, 02: 26; 164; An-Nahl, 16: 68-69; 79; Al-Ankabuut, 29: 41 dan ayat-ayat lainnya). Dalam ayat-ayat Allah inilah sumber ilmu pengetahuan berada. Sebagai seorang manusia yang telah diberikan akal sudah sepatutnya manusia lebih bijak memanfaatkan semua pemberian Allah SWT.
5.8 Peringatan Allah tentang Takaran dan Timbangan
Allah swt secara khusus mengingatkan manusia tentang pentingnya menjaga takaran dan timbangan. Jika ditelaah secara mendalam kaitan pengertian takaran dengan timbangan bisa mengandung dua makna yaitu makna lahiriah takatan serta timbangan yang biasa digunakan dalam urusan jual-beli serta makna lain yang lebih jauh terkait dengantakaran dalam menentukan penilaian hukum, penilaian kejadian perkara tertentu, maupun timbangan-timbangan terkait dengan penentuan keadilan sikap. Kata menakar dan menimbang, berkaitan juga dengan perilaku menetapkan penilaian keadilan dalam menetapkan hukum. Bila dikaitkan dengan isi peringatan yang menyertainya yaitu menyangkut kerusakan, merugikan hak orang lain, dan azab yang membinasakan, bisa terjadi juga ketika para pengelola hukum tidak menimbang dan menakan putusan hukum secara berkeadilan, ini juga akan terkait dengan perilaku ingin untung sendiri, mengakali kepentingan orang lain, yang merupakan bibit kerusakan yang akan berlanjut menjadi bentuk-bentuk perilaku buruk lainnya.
5.9 Konsep Halalan Thayyiban
Sering menjadi bahan perbincangnan di ruang publik bahwa konsep halalan thayyiban hanya dikaitkan dengan kondisi halalnya sesuatu secara fisik. Orang merasa cukup aman jika makanan yang dihidangkan berbahan ayam. Banyak orang muslim yang cukup berani mengkonsumsi makanan berbahan ayam dan sejenisnya, yang dimasak oleh orang-orang non-muslim. Ada kehati-hatian yang cenderung dikorbankan, terutama ketika berhadapan dengan situasi acara makan di lingkungan non-muslim. Thayyiban fisik adalah kondisi sesuatu yang “baik, benar, tepat, sesuai prosedur, aman, dan mengikuti aturan syari’at”. Terkadang sesuatu yang halal dan thayyib dapat menjadi belum thayyib ketika dihadapkan dengan kondisi pengguna. Oleh karena itu, ketertiban dan kehati-hatian harus dimiliki oleh seorang muslim, dan hendaknya menjauhi sesuatu yang merugikan. Ayat dalam Al-Qur’an yaitu Q.S Al-Baqarah ayat 168, Al-Maaidah ayat 88 dan An-Nahl ayat 114 telah menjelaskan mengenai hukum halalan dan thayyiban.